Dengan menyebut nama allah yang maha pengasih lagi maha penyayang
assalamualaikum

Kamis, 16 April 2009

Jual Beli Menurut Islam

PENDAHULUAN

Menjual adalah memindahkan hak milik kepada orang lain dengan harga, sedangkan membeli yaitu menerimanya.
Allah telah menjelaskan dalam kitab-Nya yang mulia demikian pula Nabi shalallahu 'alaihi wasallam dalam sunnahnya yang suci beberapa hukum muamalah, karena butuhnya manusia akan hal itu, dan karena butuhnya manusia kepada makanan yang dengannya akan menguatkan tubuh, demikian pula butuhnya kepada pakaian, tempat tinggal, kendaraan dan sebagainya dari berbagai kepentingan hidup serta kesempurnaanya.
Islam melihat konsep jual beli itu sebagai suatu alat untuk menjadikan manusia itu semakin dewasa dalam berpola pikir dan melakukan berbagai aktivitas, termasuk aktivitas ekonomi. Pasar sebagai tempat aktivitas jual beli harus, dijadikan sebagai tempat pelatihan yang tepat bagi manusia sebagai khalifah di muka bumi. Maka sebenarnya jual beli dalam Islam merupakan wadah untuk memproduksi khalifah-khalifah yang tangguh di muka bumi.
HUKUM JUAL BELI

Hukum Jual Beli
Jual beli adalah perkara yang diperbolehkan berdasarkan al Kitab, as Sunnah, ijma serta qiyas :

Allah Ta'ala berfirman : " Dan Allah menghalalkan jual beli Al Baqarah"
Allah Ta'ala berfirman : " tidaklah dosa bagi kalian untuk mencari keutaman (rizki) dari Rabbmu "
(Al Baqarah : 198, ayat ini berkaitan dengan jual beli di musim haji)

Dan Nabi shalallahu 'alaihi wasallam bersabda "Dua orang yang saling berjual beli punya hak untuk saling memilih selama mereka tidak saling berpisah, maka jika keduianya saling jujur dalam jual beli dan menerangkan keadaan barang-barangnya (dari aib dan cacat), maka akan diberikan barokah jual beli bagi keduanya, dan apabila keduanya saling berdusta dan saling menyembunyikan aibnya maka akan dicabut barokah jual beli dari keduanya"
(Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Nasa'i, dan shahihkan oleh Syaikh Al Bany dalam shahih Jami no. 2886)

Dan para ulama telah ijma (sepakat) atas perkara (bolehnya) jual beli, adapun qiyas yaitu dari satu sisi bahwa kebutuhan manusia mendorong kepada perkara jual beli, karena kebutuhan manusia berkaitan dengan apa yang ada pada orang lain baik berupa harga atau sesuaitu yang dihargai (barang dan jasa) dan dia tidak dapat mendapatkannya kecuali dengan menggantinya dengan sesuatu yang lain, maka jelaslah hikmah itu menuntut dibolehkannya jual beli untuik sampai kepada tujuan yang dikehendaki. .

Akad Jual Beli :
Akad jual beli bisa dengan bentuk perkataan maupun perbuatan :
• Bentuk perkataan terdiri dari Ijab yaitu kata yang keluar dari penjual seperti ucapan " saya jual" dan Qobul yaitu ucapan yang keluar dari pembeli dengan ucapan "saya beli "
• Bentuk perbuatan yaitu muaathoh (saling memberi) yang terdiri dari perbuatan mengambil dan memberi seperti penjual memberikan barang dagangan kepadanya (pembeli) dan (pembeli) memberikan harga yang wajar (telah ditentukan).
Dan kadang bentuk akad terdiri dari ucapan dan perbuatan sekaligus :
Berkata Syaikh Taqiyuddin Ibnu Taimiyah rahimahullah : jual beli Muathoh ada beberapa gambaran
1. Penjual hanya melakukan ijab lafadz saja, dan pembeli mengambilnya seperti ucapan " ambilah baju ini dengan satu dinar, maka kemudian diambil, demikian pula kalau harga itu dengan sesuatu tertentu seperti mengucapkan "ambilah baju ini dengan bajumu", maka kemudian dia mengambilnya.
2. Pembeli mengucapkan suatu lafadz sedang dari penjual hanya memberi, sama saja apakah harga barang tersebut sudah pasti atau dalam bentuk suatu jaminan dalam perjanjian.(dihutangkan)
3. Keduanya tidak mengucapkan lapadz apapun, bahkan ada kebiasaan yaitu meletakkan uang (suatu harga) dan mengambil sesuatu yang telah dihargai.

Syarat Sah Jual Beli
Sahnya suatu jual beli bila ada dua unsur pokok yaitu bagi yang beraqad dan (barang) yang diaqadi, apabila salah satu dari syarat tersebut hilang atau gugur maka tidak sah jual belinya. Adapun syarat tersebut adalah sbb :

Bagi yang beraqad :
1. Adanya saling ridha keduanya (penjual dan pembeli), tidak sah bagi suatu jual beli apabila salah satu dari keduanya ada unsur terpaksa tanpa haq (sesuatu yang diperbolehkan) berdasarkan firman Allah Ta'ala " kecuali jika jual beli yang saling ridha diantara kalian ", dan Nabi shalallahu 'alaihi wasallam bersabda "hanya saja jual beli itu terjadi dengan asas keridhan" (HR. Ibnu Hiban, Ibnu Majah, dan selain keduanya), adapun apabila keterpaksaan itu adalah perkara yang haq (dibanarkan syariah), maka sah jual belinya. Sebagaimana seandainya seorang hakim memaksa seseorang untuk menjual barangnya guna membayar hutangnya, maka meskipun itu terpaksa maka sah jual belinya.
2. Yang beraqad adalah orang yang diperkenankan (secara syariat) untuk melakukan transaksi, yaitu orang yang merdeka, mukallaf dan orang yang sehat akalnya, maka tidak sah jual beli dari anak kecil, bodoh, gila, hamba sahaya dengan tanpa izin tuannya.
(catatan : jual beli yang tidak boleh anak kecil melakukannya transaksi adalah jual beli yang biasa dilakukan oleh orang dewasa seperti jual beli rumah, kendaraan dsb, bukan jual beli yang sifatnya sepele seperti jual beli jajanan anak kecil, ini berdasarkan pendapat sebagian dari para ulama pent)
3. Yang beraqad memiliki penuh atas barang yang diaqadkan atau menempati posisi sebagai orang yang memiliki (mewakili), berdasarkan sabda Nabi kepada Hakim bin Hazam " Janganlah kau jual apa yang bukan milikmu" (diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Tirmidzi dan dishahihkan olehnya). Artinya jangan engkau menjual seseuatu yang tidak ada dalam kepemilikanmu.

Berkata Al Wazir Ibnu Mughirah Mereka (para ulama) telah sepakat bahwa tidak boleh menjual sesuatu yang bukan miliknya, dan tidak juga dalam kekuasaanya, kemudian setelah dijual dia beli barang yang lain lagi (yang semisal) dan diberikan kepada pemiliknya, maka jual beli ini bathil

Bagi (Barang) yang diaqadi
• Barang tersebut adalah sesuatu yang boleh diambil manfaatnya secara mutlaq, maka tidak sah menjual sesuatu yang diharamkan mengambil manfaatnya seperti khomer, alat-alat musik, bangkai berdasarkan sabda Nabi shalallahu 'alaihi wasallam " Sesungguhnya Allah mengharamkan menjual bangkai, khomer, dan patung (Mutafaq alaihi). Dalam riwayat Abu Dawud dikatakan " mengharamkan khomer dan harganya, mengharamkan bangkai dan harganya, mengharamkan babi dan harganya", Tidak sah pula menjual minyak najis atau yang terkena najis, berdasarkan sabda Nabi " Sesungguhnya Allah jika mengharamkan sesuatu (barang) mengharamkan juga harganya ", dan di dalam hadits mutafaq alaihi: disebutkan " bagaimana pendapat engkau tentang lemak bangkai, sesungguhnya lemak itu dipakai untuk memoles perahu, meminyaki (menyamak kulit) dan untuk dijadikan penerangan", maka beliau berata, " tidak karena sesungggnya itu adalah haram.".
• Yang diaqadi baik berupa harga atau sesuatu yang dihargai mampu untuk didapatkan (dikuasai), karena sesuatu yang tidak dapat didapatkan (dikuasai) menyerupai sesuatu yang tidak ada, maka tidak sah jual belinya, seperti tidak sah membeli seorang hamba yang melarikan diri, seekor unta yang kabur, dan seekor burung yang terbang di udara, dan tidak sah juga membeli barang curian dari orang yang bukan pencurinya, atau tidak mampu untuk mengambilnya dari pencuri karena yang menguasai barang curian adalah pencurinyasendiri..
• Barang yang diaqadi tersebut diketahui ketika terjadi aqad oleh yang beraqad, karena ketidaktahuan terhadap barang tersebut merupakan suatu bentuk penipuan, sedangkan penipuan terlarang, maka tidak sah membeli sesuatu yang dia tidak melihatnya, atau dia melihatnya akan tetapi dia tidak mengetahui (hakikat) nya. Dengan demikian tidak boleh membeli unta yang masih dalam perut, susu dalam kantonggnya. Dan tidak sah juga membeli sesuatu yang hanya sebab menyentuh seperti mengatakan "pakaian mana yang telah engkau pegang, maka itu harus engkau beli dengan (harga) sekian " Dan tidak boleh juga membeli dengam melempar seperti mengatakan "pakaian mana yang engaku lemparkan kepadaku, maka itu (harganya0 sekian. Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah radiallahu anhu bahwa Nabi shalallahu 'alaihi wasallam melarang jual beli dengan hasil memegang dan melempar" (mutafaq alaihi). Dan tidak sah menjual dengan mengundi (dengan krikil) seperti ucapan " lemparkan (kerikil) undian ini, maka apabila mengenai suatu baju, maka bagimu harganya adalah sekian "


RUKUN JUAL BELI
Sebuah transaksi jual beli membutuhkan adanya rukun sebagai penegaknya. Dan rukunnya ada tiga perkara, yaitu: [1] Adanya pelaku yaitu penjual dan pembeli yang memenuhi syarat, [2] Adanya akad/ transaksi [3] Adanya barang/ jasa yang diperjual-belikan.
1. Adanya Penjual dan Pembeli
Penjual dan pembeli yang memenuhi syarat adalah mereka yang telah memenuhi ahliyah untuk boleh melakukan transaksi muamalah. Dan ahliyah itu berupa keadan pelaku yang harus berakal dan baligh.
Maka jual beli tidak memenuhi rukunnya bila dilakukan oleh penjual atau pembeli yang gila atau tidak waras. Demikian juga bila salah satu dari mereka termasuk orang yang kurang akalnya (idiot).
Demikian juga jual beli yang dilakukan oleh anak kecil yang belum baligh tidak sah, kecuali bila yang diperjual-belikan hanyalah benda-benda yang nilainya sangat kecil. Namun bila seizin atau sepengetahuan orang tuanya atau orang dewasa, jual beli yang dilakukan oleh anak kecil hukumnya sah.
Sebagaimana dibolehkan jual beli dengan bantuan anak kecil sebagai utusan, tapi bukan sebagai penentu jual beli. Misalnya, seorang ayah meminta anaknya untuk membelikan suatu benda di sebuah toko, jual beli itu sah karena pada dasarnya yang menjadi pembeli adalah ayahnya. Sedangkan posisi anak saat itu hanyalah utusan atau suruhan saja.
2. Adanya Akad
Penjual dan pembeli melakukan akad kesepakatan untuk bertukar dalam jual beli. Akad itu seperti: Aku jual barang ini kepada anda dengan harga Rp 10.000".lalu pembeli menjawab, “Aku terima.”
Sebagian ulama mengatakan bahwa akad itu harus dengan lafadz yang diucapkan. Kecuali bila barang yang diperjual-belikan termasuk barang yang rendah nilainya. Namun ulama lain membolehkan akad jual beli dengan sistem mu’athaah, yaitu kesepakatan antara penjual dan pembeli untuk bertransaksi tanpa mengucapkan lafadz.
3. Adanya Barang/ Jasa Yang Diperjual-belikan
Rukun yang ketiga adalah adanya barang atau jasa yang diperjual-belikan. Para ulama menetapkan bahwa barang yang diperjual belikan itu harus memenuhi syarat tertentu agar boleh dilakukan akad. Agar jual beli menjadi sah secara syariah, maka barang yang diperjual-belikan harus memenuhi beberapa syarat, yaitu:
a. Barang Yang Diperjualbelikan Harus Suci
Benda-benda najis bukan hanya tidak boleh diperjual-belikan, tetapi juga tidak sah untuk diperjual-belikan. Seperti bangkai, darah, daging babi, khamar, nanah, kotoran manusia, kotoran hewan dan lainnya. Dasarnya adalah sabda Rasulullah SAW:
وَعَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اَللَّهِ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا-; أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اَللَّهِ يَقُولُ عَامَ اَلْفَتْحِ, وَهُوَ بِمَكَّةَ: إِنَّ اَللَّهَ وَرَسُولَهُ حَرَّمَ بَيْعَ اَلْخَمْرِ, وَالْمَيْتَةِ, وَالْخِنْزِيرِ, وَالْأَصْنَامِ
Dari Jabir Ibnu Abdullah r.a. bahwa ia mendengar Rasulullah saw. bersabda di Makkah pada tahun penaklukan kota itu: ”Sesungguhnya Allah melarang jual beli minuman keras, bangkai, babi, dan berhala”. (HR Muttafaq Alaih)
Bank Darah Darah yang dibutuhkan oleh pasien di rumah sakit tidak boleh didapat dari jual-beli. Karena itu Palang Merah Indonesia (PMI) telah menegaskan bahwa bank darah yang mereka miliki bukan didapat dari membeli. Lembaga itu pun tidak melakukan penjualan darah untuk pasien.
Kalau ada pembayaran, bukan termasuk kategori memperjual-belikan darah, melainkan biaya untuk memproses pengumpulan darah dari para donor, penyimpanan, pengemasan dan juga tentunya biaya-biaya lain yang dibutuhkan. Namun secara akad, tidak terjadi jual beli darah, karena hukumnya haram.
Kotoran Ternak
Demikian juga dengan kotoran ternak yang oleh umumnya ulama dikatakan najis, hukumnya tidak boleh diperjual-belikan. Padahal kotoran itu sangat berguna bagi para petani untuk menyuburkan tanah mereka. Untuk itu mereka tidak melakukan jual-beli kotoran ternak. Kotoran itu hanya diberikan saja bukan dengan akad jual-beli. Pihak petani hanya menanggung biaya penampungan kotoran, pengumpulan, pembersihan, pengangkutannya. Biaya untuk semua itu bukan harga kotoran hewan, sehingga tidak termasuk jual beli.
b. Barang Yang Diperjualbelikan Harus Punya Manfaat
Yang dimaksud dengan barang harus punya manfaat adalah bahwa barang itu tidak bersungsi sebaliknya. Barang itu tidak memberikan madharat atau sesuatu yang membahayakan atau merugikan manusia.
Oleh karena itu para ulama As-Syafi’i menolak jual beli hewan yang membahayakan dan tidak memberi manfaat, seperti kalajengking, ular atau semut. Demikian juga dengan singa, srigala, macan, burung gagak.
Mereka juga mengharamkan benda-benda yang disebut dengan alatul-lahwi yang memalingkan orang dari zikrullah, seperti alat musik. Dengan syarat bila setelah dirusak tidak bisa memberikan manfaat apapun, maka jual beli alat musik itu batil. Karena alat musik itu termasuk kategori benda yang tidak bermanfaat dalam pandangan mereka.Dan tidak ada yang memanfatkan alat musik kecuali ahli maksiat. Seperti tambur, seruling, rebab dan lainnya. (Lihat Kifayatul Akhyar jilid 1 halaman 236).
c. Barang Yang Diperjualbelikan Harus Dimiliki Oleh Penjualnya
Tidak sah berjual-beli dengan selain pemilik langsung suatu benda, kecuali orang tersebut menjadi wali (wilayah) atau wakil. Yang dimaksud menjadi wali (wilayah) adalahbila benda itu dimiliki oleh seorang anak kecil, baik yatim atau bukan, maka walinya berhak untuk melakukan transaksi atas benda milik anak itu.
Sedangkan yang dimaksud dengan wakil adalah seseorang yang mendapat mandat dari pemilik barang untuk menjualkannya kepada pihak lain. Dalam prakteknya, makelar bisa termasuk kelompok ini. Demikian juga pemilik toko yang menjual barang secara konsinyasi, di mana barang yang ada di tokonya bukan miliknya, maka posisinya adalah sebagai wakil dari pemilik barang.
Adapun transaksi dengan penjual yang bukan wali atau wakil, maka transaksi itu batil, karena pada hakikatnya dia bukan pemilik barang yang berhak untuk menjual barang itu. Dalilnya adalah sebagai berikut:
Tidak sah sebuah talak itu kecuali dilakukan oleh yang memiliki hak untuk mentalak. Tidak sah sebuah pembebasan budak itu kecuali dilakukan oleh yang memiliki hak untuk membebaskan. Tidak sah sebuah penjualan itu kecuali dilakukan oleh yang memiliki hak untuk menjual. Tidak sah sebuah penunaian nadzar itu kecuali dilakukan oleh yang memiliki hak berkewajiban atasnya. (HR Tirmizi - Hadits hasan)
Namun Imam An-Nawawi mengatakan bahwa hadits ini diriwayatkan lewat banyak jalur sehingga derajatnya naik dari hasan menjadi hadits shahih.
Dalam pendapat qadimnya, Al-Imam Asy-syafi’i membolehkan jual beli yang dilakukan oleh bukan pemiliknya, teapi hukumnya mauquf. Karena akan dikembalikan kepada persetujuan pemilik aslinya. Misalnya, sebuah akad jual beli dilakukan oleh bukan pemilik asli, seperti wali atau wakil, kemudian pemilik asli barang itu ternyata tidak setuju, maka jual beli itu menjadi batal dengan sendirinya. Tapi bila setuju, maka jual-beli itu sudah dianggap sah. Dalilnya adalah hadits berikut ini:
‘Urwah ra berkata, “Rasulullah SAW memberi aku uang 1 Dinar untuk membeli untuk beliau seekor kambing. Namun aku belikan untuknya 2 ekor kambing. Lalu salah satunya aku jual dengan harga 1 Dinar. Lalu aku menghadap Rasulullah SAW dengan seekor kambing dan uang 1 Dinar sambil aku ceritakan kisahku. Beliau pun bersabda, “Semoga Allah memberkatimu dalam perjanjianmu.” (HR Tirmizi dengan sanad yang shahih).
d. Barang Yang Diperjualbelikan Harus Harus Bisa Diserahkan
Maka menjual unta yang hilang termasuk akad yang tidak sah, karena tidak jelas apakah unta masih bisa ditemukan atau tidak. Demikian juga tidak sah menjual burung-burung yang terbang di alam bebas yang tidak bisa diserahkan, baik secara pisik maupun secara hukum. Demikian juga ikan-ikan yang berenang bebas di laut, tidak sah diperjual-belikan, kecuali setelah ditangkap atau bisa dipastikan penyerahannya.
Para ahli fiqih di masa lalu mengatakan bahwa tidak sah menjual setengah bagian dari pedang, karena tidak bisa diserahkan kecuali dengan jalan merusak pedang itu.
e. Barang Yang Diperjualbelikan Harus Diketahui Keadaannya
Barang yang tidak diketahui keadaanya, tidak sah untuk diperjual-belikan, kecuali setelah kedua belah pihak mengetahuinya. Baik dari segi kuantitasnya maupun dari segi kualitasnya.
Dari segi kualitasnya, barang itu harus dilihat oleh penjual dan pembeli sebelum akad jual beli dilakukan. Agar tidak membeli kucing dalam karung. Dari segi kuantitas, barang itu harus bisa dtetapkan ukurannya. Baik beratnya, atau panjangnya, atau volumenya atau pun ukuran-ukuran lainnya yang dikenal di masanya.
Dalam jual beli rumah, disyaratkan agar pembeli melihat dulu kondisi rumah itu baik dari dalam maupun dari luar. Demikian pula dengan kendaraan bermotor, disyaratkan untuk dilakukan peninjauan, baik berupa pengujian atau jaminan kesamaan dengan spesifikasi yang diberikan.
Di masa modern dan dunia industri, umumnya barang yang dijual sudah dikemas dan disegel sejak dari pabrik. Tujuannya antara lain agar terjamin barang itu tidak rusak dan dijamin keasliannya. Cara ini tidak menghalangi terpenuhinya syarat-syarat jual beli. Sehingga untuk mengetahui keadaan suatu produk yang seperti ini bisa dipenuhi dengan beberapa tehnik, misalnya:
• Dengan membuat daftar spesifikasi barang secara lengkap. Misalnya tertera di brosur atau kemasan tentang data-data produk secara rinci. Seperti ukuran, berat, fasilitas, daya, konsumsi listrik dan lainnya.
• Dengan membuka bungkus contoh barang yang bisa dilakukan demo atasnya, seperti umumnya sample barang.
• Garansi yang memastikan pembeli terpuaskan bila mengalami masalah.

JUAL BELI YANG TIDAK SAH MENURUT HUKUM
ATAU SYARATNYA

1. Menjual tanggungan dengan tanggungan

Menjual tanggungan dengan tanggungan yakni menjual hutang dengan hutang.

Telah diriwayatkan larangan terhadap menjual tanggungan dengan tanggungan dalam sunnah Nabi yang suci. Dalam hadits Ibnu Umar bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang menjual tanggungan dengan tanggungan. (Dikeluarkan oleh ath-Thahawi dalam Syarhul Ma'ani IV: 21, dan juga dalam Musykilul Atsar nomor 795. Diriwayatkan oleh ad-Daruquthni III:71, juga oleh al-Hakim II:57, dan oleh al-Baihaqi V: 290 dengan sanad yang lemah, karena lemahnya Musa bin Ubaidah ar-Rubadzi. Al-Hafizh Ibnu Hajar menukil dalam at-Talkhish III:26, dari Imam Ahmad: "Dalam masalah ini tidak ada hadits shahih. Akan tetapi ijma' kaum muslimin adalah bahwa menjual hutang dengan hutang tidak boleh." Sementara Imam ath-Thahawi menyatakan: "Ahlul hadits menafsirkan hadits ini dengan riwayat Abu Musa bin Ubaidah, meskipun mengandung kekurangan dalam sanadnya. Ini merupakan bab besar dalam ilmu fiqih." Lihat Musykilul Atsar II: 266.)
2. Jual Beli dan Syarat

Syariat Islam yang suci telah memerintahkan ditunaikannya janji dengan komitmen yang menjadi persyaratan janji tersebut, kecuali apabila syarat itu berbentuk menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Allah berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, tunaikanlah akad-akad kalian.." (Al-Maidah: 1).

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: "Kaum muslimin selalu terikat dengan persyaratan (perjanjian) sesama mereka, terkecuali persyaratan yang menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal." Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi 1353. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah 2353. Diriwayatkan oleh ad-Daruquthni III:27. Diriwayatkan juga oleh al-Baihaqi VI:79. Sanadnya lemah sekali karena adanya Katsier bin Abdullah, dishahihkan oleh at-Tirmidzi. Karena hadits ini sesuai dengan dasar-dasar ilmu hadits dan dinyatakan hasan oleh al-Bukhari. Dinukil oleh at-Tirmidzi dari perawi yang sama

Para ulama telah membagi persyaratan dalam berbagai transaksi jual beli kepada persyaratan yang disyariatkan dan yang tidak disyariatkan. Sebelumnya telah penulis jelaskan dalam pem-bahasan ini keunggulan pendapat bahwa asal dari aktivitas jual beli dan syaratnya adalah mubah, sebelum ada dalil yang meng-haramkannya. Oleh sebab itu penulis di sini cukup menyebutkan syarat-syarat yang tidak disyariatkan. Selain dari itu, berarti dalam kondisi aslinya, yakni dibolehkan.

Kalangan Malikiyah memahami larangan dalam hadits ten-tang menjual dengan syarat, ( Dikeluarkan oleh ath-Thabrani dalam al-Ausath 4361. Diriwayatkan juga oleh al-Hakim dalam Ulumul Hadits 128, yakni hadits yang amat kacau sekali. Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa hadits itu adalah batil dalam Majmu' al-Fatawa VIII: 63.) bahwa syarat di situ adalah yang bertentangan dengan konsekuensi jual beli atau yang menyebab-kan rusaknya harga jual.

Syarat bertentangan dengan konsekuensi perjanjian itu adalah seperti seorang penjual mensyaratkan terhadap pembeli agar tidak menjual kembali dagangannya itu kepada orang lain, atau agar si pembeli tidak mengenakan barang beliannya itu, atau agar ia tidak mengendarainya, tidak meninggalinya dan tidak menyewakannya. Atau bila si pembeli menjual kembali barangnya itu, maka si penjual yang lebih berhak mengambil keuntungan-nya. Para ulama mengecualikan sebagian bentuk aplikasinya yang kemudian mereka bolehkan, seperti menjual budak wanita dengan syarat harus dibebaskan, karena ajaran syariat memang mengi-nginkan sekali budak wanita itu dibebaskan. Atau seorang penjual yang memberi persyaratan agar objek jualan itu diwakafkan, dihibahkan atau disedekahkan. Karena itu termasuk amal keba-jikan yang dianjurkan oleh Islam.

Kemudian syarat yang menyebabkan rusaknya harga adalah seperti persyaratan dari salah satu pihak untuk meminjam objek jualan. Karena hal itu dapat menyebabkan ketidakjelasan harga barang, atau bisa juga menggiring kepada semacam riba, bila dili-hat dari sisi pinjaman yang mendatangkan keuntungan. Karena penentuan harga menjadi tidak adil karena pertimbangan pemin-jaman barang tersebut. Kalau syarat peminjaman itu dari pembeli, jelas itu merusak harga, karena menyebabkan ketidakjelasan harga barang karena bertambah. Peminjaman barang itu sendiri termasuk harga yang tidak diketahui. Kalau seandainya persya-ratan peminjaman itu berasal dari penjual, itu juga menyebabkan rusaknya harga karena terjadinya pengurangan. Karena pemin-jaman yang dilakukan oleh penjual itu masuk dalam harga yang tidak diketahui.

Sementara kalangan Hambaliyah menafsirkan syarat yang dilarang itu sebagai syarat yang bertentangan dengan konsekuensi perjanjian, atau persyaratan yang menghilangkan konsekuensi-nya. Atau persyaratan yang menyebabkan jual beli menjadi ter-gantung.

Syarat yang bertentangan dengan konsekuensi perjanjian adalah sebagaimana telah dicontohkan di atas, seorang penjual yang memberi syarat kepada pembeli agar tidak menjual, mem-berikan, membebaskan barang jualannya, dan sejenisnya. Yakni segala persyaratan yang menghalangi pembeli untuk secara bebas menggunakan hasil beliannya.

Sementara syarat yang melenyapkan konsekuensi perjanjian adalah seperti seorang pelaku memberi persyaratan kepada pihak lain sebuah bentuk perjanjian tersendiri lagi, seperti perjanjian jual beli, perjanjian as-Salm, perjanjian peminjaman, penyewaan, kerjasama dan sejenisnya. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sudah melarang hal itu. Beliau melarang kita melakukan dua perjanjian jual beli dalam satu transaksi jual beli.

Adapun syarat yang membuat jual beli menjadi tergantung misalnya ucapan penjual, "Saya jual barang ini kepadamu, kalau si Fulan ridha." Atau ucapan pembeli, "Saya akan beli barang ini, kalau si Fulan sudah datang." Kedua macam transaksi jual beli itu tidak sah menurut kalangan Hambaliyah. Karena konsekuensi jual beli adalah pemindahan kepemilikan pada saat akad, sementara dengan adanya persyaratan demikian, tentu saja tidak mungkin.

Lain lagi dengan kalangan Hanafiyah, mereka menafsirkan larangan syarat dalam jual beli itu, bahwa yang dimaksudkan dengan syarat adalah syarat yang bukan termasuk bagian perjan-jian, atau tidak relevan dengan perjanjian namun bermanfaat bagi salah satu pihak pelaku, bagi orang lain, atau bagi kepentingan objek perjanjian tersebut yang menjadi milik orang yang berhak, sementara kebiasaan tidak berjalan demikian, dan syariat juga tidak mengizinkannya.

Berkaitan dengan syarat demi kepentingan salah satu pihak yang bertransaksi mereka memberi contoh seperti menjual rumah dengan syarat si penjual boleh meninggalinya selama sebulan, atau menjual tanah dengan syarat si penjual boleh menanaminya selama setahun, atau menjual mobil dengan syarat si penjual bo-leh mengendarainya selama satu minggu, dan sejenisnya.

Syarat demi kepentingan orang lain, seperti menjual ha-laman luas dengan syarat boleh dibangun masjid di atasnya, atau menjual makanan agar si pembeli menyedekahkannya.

Sementara syarat demi kepentingan objek perjanjian itu sendiri adalah seperti menjual budak wanita untuk dibebaskan, meskipun persoalan ini masih diperdebatkan di kalangan Hana-fiyah sendiri. Mereka menganggap manfaat atau kepentingan itu sebagai bagian dari riba, karena merupakan syarat tambahan da-lam sebuah perjanjian yang tidak diberi kompensasi. Itu sama dengan riba, atau paling tidak menyerupainya.

Berkaitan dengan syarat demi kepentingan objek perjanjian itu mereka mengecualikan yang sudah menjadi kebiasaan, seperti membeli pakaian dengan syarat ditambal bagiannya yang robek, atau membeli topi dengan syarat dibuatkan pengikatnya, karena itu sudah menjadi kebiasaan. Mereka juga mengecualikan yang disahkan dalam ajaran syariat melalui dalil, seperti persyaratan pembayaran tertunda, syarat hak pilih dan sejenisnya, karena Islam telah membolehkan semua persyaratan tersebut.

Yang paling tepat menurut kami setelah memaparkan selu-ruh pendapat ini bahwa syarat yang bertentangan dengan konse-kuensi perjanjian jual beli adalah syarat yang rusak, seperti syarat agar barang yang dijual belikan tidak boleh dijual lagi, tidak boleh dihibahkan dan sejenisnya. Atau syarat yang bertentangan dengan konsekuensi ajaran syariat, seperti yang menggiring kepada per-buatan menghalalkan yang haram, atau menyebabkan harga barang menjadi tidak jelas, atau penggandaan jumlah transaksi, atau persyaratan adanya perjanjian lain seperti penjualan, penyewaan, peminjaman dan lain-lain. Adapun syarat demi kepentingan ter-tentu, pihak Hanafiyah sendiri mengatakan bahwa persoalan ini masih perlu diselidiki kembali, karena adanya hadits Jabir yang menceritakan bahwa ia pernah menjual untanya kepada Nabi dengan persyaratan tetap mengendarainya hingga sampai ke kota Madinah.
3. Dua Perjanjian Dalam Satu Transaksi Jual Beli

Membuat dua perjanjian dalam satu transaksi jual beli merupakan hal yang dilarang dalam syariat. Diriwayatkan adanya sejumlah dalil yang melarang perbuatan tersebut. Diriwayatkan oleh Ahmad dan at-Tirmidzi dari hadits Abu Hurairah tentang larangan Rasulullah terhadap hal tersebut.
4. Menawar Barang yang Sedang Ditawar Orang Lain

Adapun menawar barang yang masih ditawar orang lain, yakni seperti dua pihak yang melakukan transaksi jual beli lalu sama-sama sepakat pada satu harga tertentu, lalu datang pembeli lain yang menawar barang yang menjadi objek transaksi mereka dengan harga lebih mahal, atau dengan harga yang sama, hanya saja karena ia orang yang berkedudukan, maka si penjual lebih cenderung menjual kepada orang itu, karena melihat kedudukan orang kedua tersebut.

Kalau kedua orang itu saling tawar menawar, lalu terlihat indikasi bahwa keduanya tidak bisa menyepakati satu harga, tidak diharamkan untuk menawar barang transaksi mereka. Namun kalau belum kelihatan apakah mereka telah memiliki kesepakatan harga atau tidak, penawaran dari pihak pembeli lain untuk sementara ditahan.
5. Orang Kota Menjualkan Barang Orang Dusun

Hadirah (kota) adalah lawan dari badiyah (dusun). Sementara kata hadir (orang kota) adalah orang yang terbiasa tinggal di kota-kota, perkampungan modern dan sejenisnya. Sementara bady (orang dusun) adalah orang yang tinggal di pedusunan. Dusun adalah selain kota dan perkampungan maju. Kalangan Hambaliyah bahkah memahaminya secara lebih luas lagi. Mereka meng-anggap bahwa orang dusun adalah semua orang yang tinggal di pedusunan, dan juga setiap orang yang masuk ke satu desa sementara ia bukan penduduk asli desa tersebut, baik ia orang du-sun dalam arti sesungguhnya, atau orang desa, atau orang kota lain.

Arti Dari Penjualan, 'Orang Kota Menjualkan Barang Kepada Orang Dusun'

Yang dimaksudkan dengan istilah orang kota menjadi calo bagi orang dusun menurut mayoritas ulama adalah orang kota menjadi calo pedagang orang dusun. Ia mengatakan kepada peda-gang dusun itu, "Kamu jangan menjual barang sendiri, saya lebih tahu tentang masalah jual beli ini." Akhirnya si pedagang bergan-tung kepadanya, menjual barangnya dan pada akhirnya ia mema-sarkan barang dengan harga tinggi. Kalau si calo membiarkannya berjual-beli sendiri, pasti ia bisa menjual dengan harga lebih mu-rah kepada orang lain.

Hadits Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diriwayatkan bahwa beliau bersabda: "Barangsiapa yang melakukan dua perjanjian jual beli dalam satu transaksi jual beli, maka hendaknya ia mengambil yang paling sedikit, kalau tidak ia telah mengambil riba."

Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnadnya dari Hadits Ibnu Mas'ud bahwa ia menceritakan, "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang adanya dua perjanjian dalam satu transaksi."

Dalam riwayat lain disebutkan, "Tidaklah pantas melakukan dua perjanjian dalam satu transaksi."
6. Menjual Anjing
Jual beli anjing bukanlah bisnis yang Islami. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits Ibnu Mas'ud -rodhiyallahu 'anhu- telah melarang mengambil untung dari menjual anjing, melacur dan menjadi dukun." Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam kitab al-Buyu', bab: Hasil Menjual Anjing, nomor 2237. Diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab al-Musaqat, bab: diharamkannya hasil menjual anjing, nomor 1567.

Dalam hadits Juhaifah diriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang hasil menjual darah, anjing dan hasil usaha budak wanita.." HR. al-Bukhari

Dengan alasan ini, kalangan Syafi'iyah dan Hambaliyah menganggap tidak sah menjual anjing, anjing apapun juga, mes-kipun anjing yang sudah dilatih berburu. Sementara kalangan Malikiyah membedakan antara anjing yang boleh dipelihara, se-perti anjing buru, dan anjing penjaga, dengan anjing-anjing lain. Kelompok pertama mereka membolehkan untuk dijual, sementara selain itu tidak boleh, karena hadits:
"Rasulullah mengharamkan hasil jualan anjing, kecuali anjing buru." (HR. An-Nasa’i).
7. Berdagang Alat-alat Musik dan Hiburan

Sudah jelas, bahwa apabila Allah mengharamkan sesuatu, tentu Allah juga mengharamkan menjualnya dan memperdagangkannya. Dengan alasan itu, mayoritas ulama mengharamkan berjualan alat-alat musik dan hiburan yang diharamkan, kecuali yang boleh digunakan (duff/rebana). Bahkan mereka secara tegas menyatakan bahwa jual beli barang-barang semacam itu tidak sah. mayoritas ulama berpendapat akan haramnya menjual semua alat-alat hiburan dan alat-alat musik yang diharamkan. Karena semua alat-alat itu dibuat untuk per-buatan maksiat, sehingga tidak lagi bernilai dan transaksi penju-alannya batal, seperti halnya minuman keras. Karena salah satu dari syarat objek transaksi adalah harus bisa dimanfaatkan sesuai syariat, meskipun sedikit kegunaannya, seperti tanah misalnya. Diharamkannya alat-alat tersebut menggugurkan fasilitasnya yang sesuai dengan syariat, sehingga menjualnya juga haram.
8. Berjualan Ketika Dikumandangkan Adzan Jum’at

Di antara fenomena yang tidak lepas dari pandangan mata di tengah masyarakat barat adalah tersebarnya satu bentuk fenomena, yakni jual beli saat dikumandangkannya adzan Jum’at. Padahal sudah ada larangan tegas terhadap perbuatan itu dalam Kitabulla, yakni dalam firmanNya:

"Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada meng-ingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui…" (Al-Jum'ah: 9).
JUAL BELI YANG TERLARANG

Allah Ta’ala membolehkan jual beli bagi hamba-Nya selama tidak melalaikan dari perkara yang lebih penting dan bermanfaat. Seperti melalaikannya dari ibadah yang wajib atau membuat madharat terhadap kewajiban lainnya.

Jual Beli Ketika Panggilan Adzan
Jual beli tidak sah dilakukan bila telah masuk kewajiban untuk melakukan shalat Jum’at. Yaitu setelah terdengar panggilan adzan yang kedua, berdasarkan Firman Allah Ta’ala :“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (QS. Al Jumu’ah : 9).

Allah melarang jual beli agar tidak menjadikannya sebagai kesibukan yang menghalanginya untuk melakukan Shalat Jum’at. Allah mengkhususkan melarang jual beli karena ini adalah perkara terpenting yang (sering) menyebabkan kesibukan seseorang. Larangan ini menunjukan makna pengharaman dan tidak sahnya jual beli. Kemudian Allah mengatakan “dzalikum” (yang demikian itu), yakni yang Aku telah sebutkan kepadamu dari perkara meninggalkan jual beli dan menghadiri Shalat Jum’at adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui akan maslahatnya. Maka, melakukan kesibukan dengan perkara selain jual beli sehingga mengabaikan shalat Jumat adalah juga perkara yang diharamkan.

Demikian juga shalat fardhu lainnya, tidak boleh disibukkan dengan aktivitas jual beli ataupun yang lainnya setelah ada panggilan untuk menghadirinya. Allah Ta’ala berfirman “Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang. laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, mendirikan shalat, dan membayarkan zakat. Mereka takut pada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. (Mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberi balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas." (QS. 24:36-37-38).

Jual Beli Untuk Kejahatan
Demikian juga Allah melarang kita menjual sesuatu yang dapat membantu terwujudnya kemaksiatan dan dipergunakan kepada yang diharamkan Allah. Karena itu, tidak boleh menjual sirup yang dijadikan untuk membuat khamer karena hal tersebut akan membantu terwujudnya permusuhan. Hal ini berdasarkan firman Allah ta’ala “Janganlah kalian tolong-menolong dalam perbuatuan dosa dan permusuhan (Ai Maidah : 2)”
Demikian juga tidak boleh menjual persenjataan serta peralatan perang lainnya di waktu terjadi fitnah (peperangan) antar kaum muslimin supaya tidak menjadi penyebab adanya pembunuhan. Allah dan Rasul-Nya telah melarang dari yang demikian.

Ibnul Qoyim berkata
"Telah jelas dari dalil-dalil syara’ bahwa maksud dari akad jual beli akan menentukan sah atau rusaknya akad tersebut. Maka persenjataan yang dijual seseorang akan bernilai haram atau batil manakala diketahui maksud pembeliaan tersebut adalah untuk membunuh seorang Muslim. Karena hal tesebut berarti telah membantu terwujudnya dosa dan permusuhan. Apabila menjualnya kepada orang yang dikenal bahwa dia adalah Mujahid fi sabilillah maka ini adalah keta’atan dan qurbah. Demikian pula bagi yang menjualnya untuk memerangi kaum muslimin atau memutuskan jalan perjuangan kaum muslimin maka dia telah tolong menolong untuk kemaksiatan."

Menjual Budak Muslim kepada Non Muslim
Allah melarang menjual hamba sahaya muslim kepada seorang kafir jika dia tidak membebaskannya. Karena hal tersebut akan menjadikan budak tersebut hina dan rendah di hadapan orang kafir. Allah ta’ala telah berfirman “Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman." (QS. 4:141).
Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Islam itu tinggi dan tidak akan pernah ditinggikan atasnya" (shahih dalam Al Irwa’ : 1268, Shahih Al Jami’ : 2778)

Jual Beli di atas Jual Beli Saudaranya
Diharamkan menjual barang di atas penjualan saudaranya, seperti seseorang berkata kepada orang yang hendak membeli barang seharga sepuluh, “Aku akan memberimu barang yang seperti itu dengan harga sembilan”.. Atau perkataan “Aku akan memberimu lebih baik dari itu dengan harga yang lebih baik pula”. Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Tidaklah sebagian diatara kalian diperkenankan untuk menjual (barang) atas (penjualan) sebagian lainnya.”(Mutafaq alaihi). Juga sabdanya: “Tidaklah seorang menjual di atas jualan saudaranya (Mutfaq ‘alaih)”.
Demikian juga diharamkan membeli barang di atas pembelian saudaranya. Seperti mengatakan terhadap orang yang menjual dengan harga sembilan : “Saya beli dengan harga sepuluh”
Kini betapa banyak contoh-contoh muamalah yang diharamkan seperti ini terjadi di pasar-pasar kaum muslimin. Maka wajib bagi kita untuk menjauhinya dan melarang manusia dari pebuatan seperti tersebut serta mengingkari segenap pelakunya.

Samsaran
Termasuk jual beli yang diharamkan adalah jual belinya orang yang bertindak sebagai samsaran, (yaitu seorang penduduk kota menghadang orang yang datang dari tempat lain (luar kota), kemudian orang itu meminta kepadanya untuk menjadi perantara dalam jual belinya, begitupun sebaliknya, pent). Hal ini berdasarkan sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam :“Tidak boleh seorang yang hadir (tinggal di kota) menjualkan barang terhadap orang yang baadi (orang kampung lain yang dating ke kota)”

Ibnu Abbas Radhiallahu anhu berkata: “Tidak boleh menjadi Samsar baginya”(yaitu penunjuk jalan yang jadi perantara penjual dan pemberi). Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda “Biarkanlah manusia berusaha sebagian mereka terhadap sebagian yang lain untuk mendapatkan rizki Allah, (Shahih Tirmidzi, 977, Shahih Al Jami’ 8603”

Begitu pula tidak boleh bagi orang yang mukim untuk untuk membelikan barang bagi seorang pendatang. Seperti seorang penduduk kota (mukim) pergi menemui penduduk kampung (pendatang) dan berkata “Saya akan membelikan barang untukmu atau menjualkan“. Kecuali bila pendatang itu meminta kepada penduduk kota (yang mukim) untuk membelikan atau menjualkan barang miliknya, maka ini tidak dilarang”

Jual Beli dengan ‘Inah
Diantara jual beli yang juga terlarang adalah jual beli dengan cara ‘inah, yaitu menjual sebuah barang kepada seseorang dengan harga kredit, kemudian dia membelinya lagi dengan harga kontan akan tetapi lebih rendah dari harga kredit. Misalnya, seseorang menjual barang seharga Rp 20.000 dengan cara kredit. Kemudian (setelah dijual) dia membelinya lagi dengan harga Rp 15.000 kontan. Adapun harga Rp 20.000 tetap dalam hitungan hutang si pembeli sampai batas waktu yang ditentukan. Maka ini adalah perbuatan yang diharamkan karena termasuk bentuk tipu daya yang bisa mengantarkan kepada riba. Seolah-olah dia menjual dirham-dirham yang dikreditkan dengan dirham-dirham yang kontan bersamaan dengan adanya perbedaan (selisih). Sedangkan harga barang itu hanya sekedar tipu daya saja (hilah), padahal intinya adalah riba.

Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika kalian telah berjual beli dengan cara ‘inah’ dan telah sibuk dengan ekor-ekor sapi (sibuk denngan bercocok tanam), sehingga kalian meninggalkan jihad, maka Allah akan timpakan kepada kalian kehinaan, dan (Dia) tidak akan mengangkat kehinaan dari kalian, sampai kalian kembail kepada agama kalian.” (Silsilah As Shahihah : 11, Shahih Abu Dawud : 2956) dan juga sabdanya “ Akan datang pada manusia suatu masa yang mereka menghalalkan riba dengan jual beli “ (Hadits Dha’if , dilemahkan oleh Al Albany dalam Ghayatul Maram : 13)
Wallahu a’lam

PENUTUP

Jual beli dalam Islam diharapkan menjadi cikal bakal dari sebuah sistem pasar yang tepat dan sesuai dengan alam bisnis. Sistem pasar yang tepat akan menciptakan sistem perekonomian yang tepat pula. Maka, jika kita ingin menciptakan suatu sistem perekonomian yang tepat, kita harus membangun suatu sistem jual beli yang sesuai dengan kaidah syariah Islam yang dapat melahirkan khalifah-khalifah yang tangguh di muka bumi ini. Hal tersebut dapat tercipta dengan adanya kerjasama antara seluruh elemen yang ada di pasar, yang disertai dengan kerja keras, kejujuran dan mampu melihat peluang yang tepat dalam membangun bisnis yang dapat berkembang dengan pesat.
Dalam jual beli pun kita harus mengetahui hukum,syarat, dan rukun jual beli sehingga orang yang melaksanakan jual beli dapat berjalan dengan baik. Aktivitas jual beli mampu melatih kita untuk menjadi orang yang pemurah dan senantiasa berbagi dengan sesama. Zakat, infak, dan shadaqah adalah media yang tepat untuk membangun hal tersebut.

Kamis, 27 Maret 2008

Peristiwa Perang Badar

Pertolongan Allah selalu datang dari arah yang tak terduga. Dalam sebuah
haditsnya Rosulullah pernah bersabda, "Jika seorang muslim telah dalam
keadaan terdesak, itu adalah sebuah tanda pertolongan Allah akan segera
tiba." Dan sejarah telah memberi bukti, banyak riwayat para sahabat yang
mengisahkan keajaiban-keajaiban yang diturunkan Allah kala mereka dalam
kondisi yang terjepit hampir tak berdaya.


Al Baihaqi meriwayatkan sebuah hadits tentang keluh kesah pasukan kafir
saat menghadapi tentara-tentara Islam. Mereka mengatakan, "Ketika kami
bertempur dengan pasukan Muhammad, dan telah kami hunus pedang untuk
menyerangnya, tiba-tiba muncul orang-orang berwajah tampan. Mereka kemudian
berkata pada kami:

"Kalian orang-orang buruk rupa, menyingkirlah." Setelah itu kamipun
mengalami kekalahan yang telak dari pasukan Muhammad."

Mungkinkah orang-orang tampan dalam riwayat Al Baihaqi itu malaikat yang
turun dan diperintah Allah untuk membantu tegaknya Islam" Kenapa tidak. Tak
ada yang tak mungkin bagi Allah. Sesungguhnya Allah adalah Dzat yang Maha
Menepati Janji untuk menolong agama-Nya. Dan pertolongan Allah turun dengan
banyak cara.

Ath Thabrani juga mengeluarkan riwayat lain tentang karomah yang dialami
para sahabat. Ia mendengar Ibnu Mas"ud berkata tentang jumlah musuh yang
tampak sedikit di mata pasukan Islam dalam perang Badar. Karena kurang
yakin, ia kemudian bertanya pada seorang sahabat yang ada disampingnya,
"Apakah engkau juga melihat, jumlah mereka yang hanya tinggal tujuh puluh
orang saja"" "Jumlah mereka kira-kira sekitar seratus orang," jawab sahabat
itu. Karena mereka saling berselisih tentang jumlah musuh yang dihadapinya,
maka dicarilah seorang tawanan kafir dan ditanya perihal jumlah pasukan
musuh yang dibawa. "Jumlah kami seribu orang," jawab tawanan itu.
Subhanallah, Allah menanamkan keberanian dalam dada pasukan Islam dengan
cara yang ajaib, tak terduga. Coba bayangkan, dalam pandangan pasukan Islam
Allah menjadikan pasukan musuh yang jumlahnya hampir ribuan menjadi hanya
tujuh puluh orang saja. Pasukan mana yang tak berkobar semangatnya jika
menghadapi musuh yang jumlahnya cuma dalam hitungan puluhan. Tak cuma cara
seperti itu. Riwayat berikut ini juga membuktikan bahwa Allah senantiasa
bersama hamba-hamba-Nya yang berjuang di jalan-Nya. Ketika perang Khandaq,
penduduk Madinah hampir-hampir saja gugur karena kelaparan. Pasukan kafir
Quraisy yang mengepung Madinah membloklir jalur distribusi makanan untuk
penduduk Madinah. Bahkan ada di antara penduduk Madinah yang telah memasak
terompahnya sendiri untuk dimakan, hal yang sama juga terjadi pada pasukan
muslim dan Rosulullah.

Suatu ketika salah seorang sahabat merasa iba pada keadaan Rosulullah yang
kelaparan dan berinisiatif menyembelih seekor kambing muda. Dengan
sembunyi-sembunyi kambing muda itu dimasaknya dan dengan sembunyi-sembunyi
pula ia mengundang Rosulullah untuk menyantap gulai kambing muda itu. Tapi
apa yang terjadi, Rosulullah justru memanggil seluruh pasukan muslim dan
orang yang ada untuk ikut menikmati bersama-sama. Kontan saja tuan rumah
diserang kekhawatiran yang luar biasa. "Mana cukup makanan ini untuk orang
seluruh Madinah," demikian gelisahnya dalam hati.

Kemudian setelah semua orang berbaris dan berkumpul, Rosulullah di depan
bejana masakan mengangkat tangan dan berdoa. Maka satu lagi mukjizat
diperlihatkan Allah pada hamba-Nya. Makanan itu cukup untuk seluruh orang
di Madinah dan masih meninggalkan sisa.

Cerita sejenis juga pernah diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Jabir bin
Abdulllah ra. Kala itu orang-orang muslim mengadukan pada Rosulullah bahwa
mereka dalam keadaan kekurangan dan kelaparan. Kemudian Rosulullah
bersabda, "Semoga Allah menganugerahkan makanan pada kalian." Tiba-tiba
setelah kami tiba di pinggir pantai air laut pasang dan ikan-ikan besar
keluar seakan dilemparkan ke daratan. "Kami mengambil separuh dari badan
ikan itu membakarnya sampai kami kenyang," tutur Jabir ra. Cerita yang tak
kurang dahsyat juga pernah terjadi ketika Rosulullah dalam medan peperangan
Hunain. Ath Thabrani meriwayatkan, Al Harits pernah berkata, "Pada waktu
perang Hunain aku melihat Rosulullah ditinggalkan para sahabat kecuali al
Abbas bin Abdul Muthalib dan Abu Sufyan bin Al Harits. Kemudian Rosulullah
menaburkan debu ke muka orang-orang musyrik dan karena itu mereka kalah.
Yang terlihat oleh orang-orang musyrik saat itu bukan segenggam tanah atau
debu, melainkan batu-batu dan pepohonan yang berlari memburu." Kisah yang
agak unik terjadi pada Hanzalah, salah seorang sahabat Rosulullah. Dalam
perang Uhud Hanzalah berhadapan dengan Abu Sufyan, ketika Hanzalah hampir
memenangkan pertempurannya dengan Abu Sufyan, tiba-tiba datang Syaddad bin
Al Aswad yang datang membantu Abu Sufyan. Akhirnya Hanzalah pun gugur
sebagai seorang syahid.

Ketika pertempuran usai Rosulullah memeriksa barisan pasukannya. Mengecek
siapa yang gugur dan siapa pula yang terluka, sampai beliau tiba pada
tempat tergeletaknya jenazah Hanzalah. Ada yang aneh pada jenazah Hanzalah,
sekujur tubuh jenazah itu basah kuyup seperti habis dimandikan. "Rekan
kalian ini dimandikan oleh para malaikat," sabda Rosulullah ketika menemui
hal itu. Kemudian Rosulullah memerintahkan salah seorang sahabatnya datang
ke rumah Hanzalah untuk mencari tahu apa yang terjadi sebelum Hanzalah
berangkat ke medan jihad. Ketika istri Hanzalah diberitahu perihal suami
dan menanyakan apa yang sebelumnya terjadi, istri Hanzalah menjawab, "Ia
langsung pergi ketika ketika mendegar seruan jihad dikumandangkan, padahal
ia dalam keadaan junub." Mendengar hal itu Rosulullah pun bersabda, "Karena
itulah ia dimandikan oleh para malaikat."

Berbagai karomah yang terjadi pada zaman sahabat dan tabi"in juga dialami
para mujahidin setelah mereka. Jihad Afghanistan mengusir beruang merah
komunis Uni Soviet mencatat banyak peristiwa karomah yang dialami para
mujahidin. Satu contoh kecil, Dr. Abdullah Azzam, salah seorang panglima
mujahidin Afghan yang terkenal, menulis sebuah buku khusus berjudul "Ayatur
Rahman fi Jihadil Afghan" (Tanda-tanda Kekuasaan Allah dalam Jihad
Afghanistan). Ragam keajaiban banyak terjadi dan dialami mujahidin Afghan.
Seorang mujahidin bernama Abdulmannan menceritakan pengalaman yang dialami
salah seorang rekannya. "Dalam sebuah pertempuran di batas desa, seorang
mujahid bernama Amirjan dan musuh berhasil menghalau pasukan mujahid dan
memasuki desa. Kemudian putra Amirjan yang masih berumur tiga tahun keluar
rumahnya dengan membawa korek api lalu menghadap tank musuh yang sedang
berjalan. Komandan pasukan musuh bertanya apa maksud anak kecil itu
menghadap tanknya. "Si kecil ini hendak membakar tank kita dengan korek
apinya," kata sang bawahan. Subhanllah, anak sekecil itu diberikan
keberanian yang luar biasa menghadapi musuh.

Bentuk keberanian lain yang dikaruniakan Allah pada para mujahidin Afghan
juga tercermin pada kisah di bawah ini. Ketika pasukan musuh dengan
persenjataan lengkap dan tank-tanknya mengepung sebuah masjid yang
dijadikan tempat berlindung para mujahidin. Kemudian datanglah seorang
wanita ke depan masjid dan berdoa, "Ya Allah, apabila Engkau akan
memberikan kekalahan pada para mujahidin yang ada di dalam sana. Maka
jadikanlah aku sebagai tumbal untuk menyelamatkan mereka," tutur wanita
dengan berani, padahal dua hari lagi ia akan melangsungkan pernikahannya.
Benar saja, wanita itu tewas diberondong peluru tentara musuh dan para
mujahidin bisa menyelamatkan diri. Zaman berkembang begitu pula dengan
keajaiban yang Allah turunkan. Kalau di zaman sahabat pasukan musuh bisa
dikalahkan dengan lemparan tanah dan debu, bentuk keajaiban yang dialami
mujahidin Afghan berbeda lagi.

Maulawi salah seorang komandan mujahidin Afghan menuturkan keajaiban yang
dialaminya. Suatu ketika di daerah Syathura, mujahidin yang hanya
berkekuatan 25 orang digempur oleh musuh yang berjumlah 2000 orang.
Pertempuran sengit terjadi selama empat jam, dengan kemenangan di pihak
mujahidin. Musuh yang tewas sebanyak 80 orang dan 26 tertawan. Pada salah
seorang tawanan Maulawi bertanya, "Kenapa kalian cepat sekali menyerah""
Kemudian sang tawanan itu berkata, "Pasukan tuan dengan senapan mesin
buatan Amerika menghujani kami dari empat penjuru mata angin, bagaimana
kami bisa menang dalam pertempuran."

Padahal yang terjadi adalah, Maulawi dan pasukannya hanya memakai senapan
sederhana, bukan meriam apalagi senapan mesin buatan Amerika. Dan ia hanya
menyerang dari satu arah, bukan empat arah. Jauh-jauh hari sebelum tragedi
Afghan terjadi, Allah telah berjanji dalam Al Qur"an, bahwa malaikat akan
datang membantu kaum muslimin, seperti yang telah diturunkan Allah dalam
perang Badar dan diabadikan dalam Al Qur"an. "Ingatlah (Muhammad) tatkala
Tuhanmu mewahyukan kepada malaikat, "Sesungguhnya Aku bersama dengan
kalian, karenanya, tabahkanlah (hati/semangat) orang-orang yang beriman.
Aku akan letakkan di hati orng-orang yang kafir itu rasa takut (ngeri),
pancunglah leher-leher mereka dan pukul persendiannya (tangan dan kaki)
mereka." (QS. Al-Anfal: 12) Kisah lain dituturkan langsung oleh mujahid
muslim asal Waihahu, Muhammad Banda. Mujahid yang kini tergolek di RS Cipto
Mangunkusumo itu mengaku pernah menghadapi pasukan merah yang memberondong
tubuhnya. "Saya ditembak pakai senjata rentetan. Udah tujuh tembakan tapi
saya tidak apa-apa." Menurut Banda, para mujahidin umumnya memang tidak
mudah ditembak dan dilukai oleh musuh. Tapi bila mereka sudah emosi, lalu
memaki mengeluarkan kata-kata kotor, ia menjadi lemah. Hal ini juga
diketahui oleh pasukan merah. Sehingga menurut Banda, "Mereka memancing
kita dengan kata-kata kotor, menghina agama, nabi kita dihina, supaya kita
emosi, lalu kita marah dan kita balas memaki." Banda punya pengalaman
menarik, ketika ia dikepung di sebuah masjid. Pasukan merah melemparkan bom
rakitan dalam jarak dekat. Waktu itu, Banda hanya berlindung di balik drum.
Ketika bom meledak, drum itu terlempar tinggi dan hancur berkeping. Tapi
anehnya, tak secuilpun tubuhnya terluka. "Alhamdulillah tak apa-apa, cuma
tanda titik-titik merah pada badan," kenang Banda.

Yang diceritakan Banda juga disaksikan oleh dr. Andhika Rachman, salah
seorang relawan tim medis MER-C yang bertugas di Maluku Utara. Selama
bertugas, dr. Andhika banyak menyaksikan kejadian luar biasa yang tak bisa
dinalar dengan akal manusia. Salah satunya, ketika ia mengobati seorang
pasien yang terluka akibat panah di tubuhnya. Belum selesai diobati, sang
pasien sudah memaksa untuk turun lagi ke medan jihad. "Ayo dok, tolong
sembuhkan saya segera. Biar saya balik lagi ke sana..." ujar sang pasien.
Yang lebih hebat lagi, kisah Andhika, ada seorang anak perempuan berusia 11
tahun. Dia sampai mengancam orang tuanya, ketika tidak mengizinkan dia
untuk berjihad. "Dia ngomong, kalau Bapak Ibu tidak mengizinkan saya
berjihad saya akan bunuh diri. Sekarang dia menjadi salah satu pemimpin
pasukan jihad, kalau tidak salah, pasukan Jailolo," ujar Andhika.

Kisah lain juga dituturkan oleh seorang mujahidin Maluku bernama Bakrie
Ohorella (27) yang kini dirawat di Rumah Sakit Islam Jakarta. Bagian dada
dan lambungnya tertembus peluru pasukan merah. Tapi dengan ringan ia
berkomentar, "Hasil operasi ini saya serahkan pada Allah. Kalau memang ajal
saya tiba, saya ikhlas." Ia seperti tak terluka parah. Hanya terkadang
mengeluh napasnya menjadi sesak akibat luka di dadanya.

Bakrie juga bercerita bagaimana Allah sering kali menurunkan pertolongan
berupa kekuatan dan keberanian pada dirinya. Tak jarang ia turun ke medan
tanpa membawa sepucuk senjatapun. "Saya sedang duduk-duduk di rumah lalu
mendengar Ahuru diserang, tanpa pikir panjang saya langsung berangkat.
Allah panggil saya untuk jihad," tandasnya. Masih menurut Bakri, pasukan
merah sering kali merasa gentar jika telah mendengar kaum muslim sudah
mengumandangkan takbir dengan lantang. "Rata-rata mereka takut kalau
mendengar kita takbir. Mereka gemetar, tapi kalau lihat TNI mereka berani."
Kini Bakrie terbaring di ranjang rumah sakit yang bersih, di saat-saat ia
sendiri dadanya sering dihunjam rasa kerinduan untuk terjun lagi berjihad
bersama saudara-saudaranya di Ambon. "Kita mau pergi perang lagi, tapi
orang banyak bilang jangan. Saya nggak tahan, sepertinya mau aja ke medan
pertempuran. Saya rindu, seakan-akan jihad itu istri saya," tutur Bakrie
berkaca-kaca.

Benarlah apa yang dijanjikan Allah SWT, bahwa tak ada yang bisa menundukkan
hamba-Nya yang bersungguh-sungguh berjihad. "Jika kalian sabar dan taqwa,
walaupun mereka (pasukan musuh) datang pada kalian secara tiba-tiba
sekarang juga, Tuhan kalian akan mengirim bala bantuan kepada kalian dengan
lima ribu (pasukan) malaikat penyerbu." (QS. Ali Imran: 125)

Al-Qurthubi menafsirkan Ali Imran ayat 125 tersebut, "Bahwa tiap pasukan
muslimin yang sabar dan pasrah pada Allah SWT akan mendapat bantuan pasukan
malaikat, yang akan berjihad bersama mereka. Karena Allah SWT telah
menetapkan malaikat sebagai pasukan mujahidin sampai hari kiamat." Al-Hasan
berkata, "Lima ribu pasukan malaikat itu bagian tak terpisahkan dari
pasukan mujahidin sampai hari kiamat." (Al-Qurthubi, IV/194)

Berbelas abad kemudian keajaiban berulang di Maluku Utara, di Ternate
tepatnya. Setelah dengan biadab pasukan merah membantai dan membumihangus
kaum muslimin dan perkampungannya, banyak saksi mata bercerita tentang
sebuah keajaiban. Terlihat dua orang wanita berwajah bersih berjilbab rapi
memimpin sepasukan untuk balas menyerang. Mereka mengobarkan semangat kaum
muslimin untuk berjuang. Alhasil, perkampungan pasukan merah dan rumah
salah seorang pemimpinnya dapat direbut oleh kaum muslim.

Jihad akbar jihad melawan hawa nafsu

Dan orang-orang yang berjihad (bersungguh-sungguh) untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.? (QS. al ?Ankabuut: 69)

Bulan Ramadhan adalah bulan jihad. Pada bulan ini, umat Islam memuasakan diri, tidak hanya menahan haus dan lapar, tetapi juga menahan hawa nafsu yang merusak kesucian jiwa, diri dan muamalah sesama manusia. Sehingga puasa yang dijalankan mampu mendekatkan diri dan kembali pada keridhaan Allah Swt. Upaya maksimal seorang hamba atau suatu umat untuk menyucikan diri dan mencari keridhaan Allah Swt di dunia dan akhirat adalah jihad fi sabilillah.

Belakangan ini, terutama dalam berbagai aksi teror bom dan kekerasan, istilah ?jihad? sering disalahpahami, baik oleh kaum Muslim maupun pengamat Barat, yang mengartikan jihad dengan perang. Aksi kekerasan yang berpijak pada konsep jihad merupakan bentuk penyempitan makna jihad. Dalam aksi kekerasan seperti pemboman, selain telah mendistorsi makna jihad juga menimbulkan tindakan-tindakan yang tidak sesuai syariat. Kalangan ?muslim radikal? lebih banyak memaknai jihad dengan perang dan segala bentuk kekerasan. Padahal, jihad memiliki makna yang luas, mencakup seluruh aktivitas yang membawa kemaslahatan bagi umat manusia.

Makna jihad
Secara bahasa, kata jihad terambil dari kata ?jahd? yang berarti ?letih/sukar?, karena jihad memang sulit dan menyebabkan keletihan. Ada juga yang berpendapat kata jihad berasal dari kata ?juhd? yang berarti ?kemampuan?, karena jihad menuntut kemampuan dan harus dilakukan sebesar kemampuan (Shihab, 1996: 501). Dalam hukum Islam, jihad adalah segala bentuk maksimal untuk penerapan ajaran Islam dan pemberantasan kezaliman, baik terhadap diri sendiri maupun masyarakat dengan tujuan mencapai rida Allah Swt.

Dalam pengertian luas, jihad mencakup seluruh ibadah yang bersifat lahir dan batin dan cara mencapai tujuan yang tidak kenal putus asa, menyerah, kelesuan, dan pamrih, baik melalui perjuangan fisik, emosi, harta benda, tenaga, maupun ilmu pengetahuan sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw. selama peroide Mekah dan Madinah. Selain jihad dalam pengertian umum, ada pengertian khusus mengenai jihad, yaitu memerangi kaum kafir untuk menegakkan Islam dan makna inilah yang sering dipakai oleh sebagian umat Islam dalam memahami jihad.

Kesalahan memahami jihad yang hanya dimaknai semata-mata perjuangan fisik disebabkan oleh tiga hal. Pertama, pengertian jihad secara khusus banyak dibahas dalam kitab-kitab fikih klasik senantiasa dikaitkan dengan peperangan, pertempuran, dan ekspedisi militer. Hal ini membuat kesan, ketika kaum Muslim membaca kitab fikih klasik, jihad hanya semata-mata bermakna perang atau perjuangan fisik, tidak lebih dari itu. Kedua, kata jihad dalam Al-Quran muncul pada saat-saat perjuangan fisik/perang selama periode Madinah, di tengah berkecamuknya peperangan kaum Muslim membela keberlangsungan hidupnya dari serangan kaum Quraisy dan sekutu-sekutunya. Hal ini menorehkan pemahaman bahwa jihad sangat terkait dengan perang. Ketiga, terjemahan yang kurang tepat terhadap kata anfus dalam surat Al-Anfal ayat 72 yang berbunyi: ?Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan,? (QS Al-Anfal [7]: 72).

Kata anfus yang diterjemahkan dengan ?jiwa?, menurut Quraish Shihab tidak tepat dalam konteks jihad. Makna yang tepat dari kata anfus dalam konteks jihad adalah totalitas manusia, sehingga kata nafs (kata tunggal dari anfus) mencakup nyawa, emosi, pengetahuan, tenaga, dan pikiran.

Kesalahan yang sama juga dialami oleh para pengamat Barat yang sering mengidentikkan jihad dengan ?holy war? atau perang suci. Jihad yang didefinisikan sebagai perang melawan orang kafir tidak berarti sebagai perang yang dilancarkan semata-mata karena motif agama. Secara historis, jihad lebih sering dilakukan atas dasar politik, seperti perluasan wilayah Islam atau pembelaan diri kaum Muslim terhadap serangan dari luar. Oleh sebab itu, ?holy war? adalah terjemahan keliru dari jihad. ?Holy war? dalam tradisi Kristen bertujuan mengkristenkan orang yang belum memeluk agama Kristen, sedangkan dalam Islam jihad tidak pernah bertujuan mengislamkan orang non-Islam.

Fakta sejarah menunjukkan bahwa ketika kaum Muslim menaklukkan sebuah negeri; rakyat negeri itu diberi pilihan masuk Islam atau membayar jizyah (semacam pajak) atas jasa kaum Muslim yang melindungi mereka. Pemaksaan agama Islam dengan ancaman tidak dikenal dalam sejarah Islam. Sama halnya dengan penyebaran Islam di Nusantara yang dilakukan oleh Wali Songo menggunakan jalur budaya, tidak menggunakan jalan peperangan.

Munawar Chalil dalam buku Kelengapan Tarikh Nabi Muhammad Saw. mengutip pendapat Muhammad Abduh, Ibnul-Qayyim dalam Zaad Al-Ma?ad, dan Syeikh Thanthawi Jauhari, menyatakan bahwa orang-orang kurang mengerti, menyangka bahwa jihad itu tidak lain adalah berperang dengan kafir. Sebenarnya tidak begitu. Jihad itu mengandung arti, maksud, dan tujuan yang luas. Memajukan pertanian, ekonomi, membangun negara, serta meningkatkan budi pekerti umat termasuk jihad yang tidak kalah pentingnya ketimbang berperang.

Bentuk-bentuk Jihad

Menurut Ar-Raghib Al-Isfahani?sebagaimana yang dikutip oleh Quraish Shihab?jihad terdiri dari tiga macam, yaitu: (a) menghadapi musuh yang nyata, yaitu mereka yang secara jelas-jelas memerangi umat Islam, seperti kaum Quraisy yang mengerahkan segenap kemampuannya untuk memangkas keberlangsungan komunitas umat Islam, (b) menghadapi setan, dilakukan dengan cara tidak terpengaruh segala bujuk rayunya yang menyuruh manusia membangkang kepada Allah Swt., dan (c) melawan hawa nafsu, inilah jihad terbesar dan paling sulit. Nafsu yang ada pada tiap diri manusia selalu mendorong pemiliknya untuk melanggar perintah-perintah Allah Swt., dengan tetap setia menjalankan perintah-Nya, berarti umat Islam berjihad melawan hawa nafsu.

Menurut Ibnu Qayyaim, dilihat dari segi pelaksanaannya, jihad dibagi menjadi tiga bentuk:
Pertama, jihad muthlaq; perang melawan musuh dalam medan pertempuran. Jihad dalam bentuk perang ini mempunyai persyaratan tertentu, di antaranya perang harus bersifat defensif, untuk menghilangkan kekacauan serta mewujudkan keadilan dan kebajikan. Perang tidak dibenarkan bila dilakukan untuk memaksakan ajaran Islam kepada orang non-Islam, untuk tujuan perbudakan, penjajahan, dan perampasan harta kekayaan. Juga tidak dibenarkan membunuh orang yang tidak terlibat dalam peperangan tersebut, seperti wanita, anak kecil, dan orang-orang tua.

Kedua, jihad hujjah; jihad yang dilakukan dalam berhadapan dengan pemeluk agama lain dengan mengemukakan argumentasi kuat. Jihad dalam bentuk ini memerlukan seseorang yang punya kemampuan ilmiah tinggi yang bersumber dari Al-Quran dan sunnah-sunnah Nabi serta mampu berijtihad.

Ketiga, jihad ?amm; jihad yang mencakup segala aspek kehidupan, baik bersifat moral maupun bersifat material, terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain di tengah-tengah masyarakat. Jihad seperti ini dapat dilakukan dengan pengorbanan harta, jiwa, tenaga, waktu, dan ilmu pengetahuan yang dimiliki. Jihad ini juga bersifat berkesinambungan, tanpa dibatasi oleh lingkup ruang dan waktu, dan bisa dilakukan terhadap musuh yang nyata, setan atau hawa nafsu.

Jihad melawan hawa nafsu adalah jihad yang paling besar. Perang Badar, perang terbesar dan yang sangat menentukan bagi keberlangsungan komunitas Muslim. Kemenang kaum Muslim dalam Perang Badar, dengan jumlah yang sedikit melawan musuh yang berjumlah sangat banyak, memang dahsyat. Akan tetapi Nabi Muhammad Saw. mengatakan bahwa Perang Badar adalah perang kecil dan perang besar adalah perang melawan hawa nafsu. ?Kita kembali dari jihad terkecil menuju jihad terbesar, yakni jihad melawan hawa nafsu.?

Dengan demikian, musuh nyata yang harus dihadapi dengan jihad adalah kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan yang kini banyak menimpa kaum Muslim sebagai akibat dari keserakahan orang-orang yang tidak bisa berjihad melawan hawa nafsunya.

Penulis adalah Ust. Abu Haqqi, pemerhati masalah sosial-keagamaan.

Totall Reply 1 | Comment 129 hits | Beritahu Teman | Print | Baca Artikel Seluruhnya
akhi_tangguh
Total Topics: 0
Total Posts: 0
08 Nov 06 - 6:52 am
jihad melawan hawa nafsu=jihad besar?
Akan tetapi Nabi Muhammad Saw. mengatakan bahwa Perang Badar adalah perang kecil dan perang besar adalah perang melawan hawa nafsu. “Kita kembali dari jihad terkecil menuju jihad terbesar, yakni jihad melawan hawa nafsu.”
hadist diatas oleh Al baihaqi dikatakan sebagai Doiful sanad karena adanya kelemahan pada sanadnya yaitu khalaf bin muhamad bin sulaiman bin khiyam yang menurut Al hakim hadistnya tak bisa dipakai.dan menurut Abu ya'la Al-kholil kadang-kadng ia berdusta karena menyampaikan hadist yg terputus sanadya.dan menurut imam taimiyah hadist tersebut hanya sampai pada generasi tabi'in yaitu ibrahim bin abi ablah.yang menurut syaikul islam ibnu taimiyah 'kepribadianya bisa dipercaya' hanya saja hadistnya terputus. Jihad Fie Sabiilillah, jika diartikan mutlak, maka tidak bisa tidak, yang dimaksudkan adalah berjihad melawan kaum kafir dengan pedang (senjata), sampai mereka masuk Islam atau memberi jizyah (upeti) dari tangan mereka, sedang mereka dalam keadaan rendah (Muqaddimah Ibnu Rusyd 1/369). sebagaimana perkataan ibnu taimiyah:”Diwajibkan mengadakan I’dad (persiapan) dalam rangka berjihad, dengan menyiapkan kekuatan dan kuda yang ditambat ketika gugur kewajiban jihad karena ketidakmampuan (lemah). Karena sesungguhnya suatu kewajiban yang tidak sempurna kecuali dengan suatu perkara, maka perkara itu menjadi wajib hukumnya.”(Majmu’ fatawa juz 28,hal.259).Tidak ada satu ayat pun dalam Al-Quran yg mnjelaskan bahwa jihad melawan hawa nafsu itu jihad besar.bahkan pemahaman tentang hal ini(jihad melawan hawa nafsu adalah jihad besar) telah dibantah oleh para generasi salaf.Hukum jihad sebagaimana halnya hukum dalam puasa.ketika turun ayat tentang jihad para sohabat pun mengangkat senjata dan tak ada yang melakukan puasa.
"Dikatakan,"Wahai Rasulullah,Amal apa yang dapat menyamai jihad fi sabilillah?Nabi bersabda,"Kalian tidak mampu melaksanakanya."lalu mereka mengulang pertanyaan itu dua atau tiga kali lagi,dan semua dijawab,"Kalian tidak mampu melaksanakanya."!lalu nabi bersabda,"Perumpaan mujahid fi sabilillah seperti orang yang shaum dan sholat malam dan membaca ayat-ayat Alloh dan tidak berhenti melakukan shiyam dan sholat sampai seorang mujahid fi sabilillah kembali."(HR.Tirmidzi dan menghasankannya dari Abu Hurairah)
masih bnyak lagi hadist hadist yang mnjelaskan tentang keutamaan berjihad.

Rabu, 26 Maret 2008

Arti jihad menurut bahasa


Kata jihad berasal dari kata Jahada yang mempunyai banyak arti dalam bahasa Arab, diantaranya: usaha untuk menjadi sempurna, seorang yang rajin belajar, mencoba atau menciptakan, bekerja untuk mencapai tujuan tersebut, melelahkan, menanyai, mendesak, memberi beban, menjadi lemah karena sakit, seorang pekerja keras, jatuh cinta, mencampur membangkitkan, dermawan, penderitaan, peringatan, melemahkan, perjuangan tanpa henti. Dalam kata lain jihad menurut bahasa adalah berjuang dengan segenap usaha sampai titik penghabisan, yang mana menjadi suatu aspek dalam kehidupan.

Pengertian Jihad

Pengertian jihad menurut para ulama seperti Ibnu Qadama Al Maqdisi, Ibnu Taymiyyah dan Ibnu Aabideen: “Perjuangan dengan segenap usaha hanya karena Alloh, dengan jiwa, didukung dengan harta, perkataan, mengumpulkan bantuan para Mujahidin atau dengan cara yang lain untuk membantu perjuangan.”(seperti halnya melatih orang). Mereka mengambil dari ayat, “...Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu…..” (QS. 9:41), sebagai keterangan dari pengertian tersebut.

Dan juga Imam Fairouz Abadi mengatakan di dalam kamusnya yang terkenal “Kamus Al_Muheet”bahwa kata “Al-Nafir” berarti pergi dan berjuang dengan pedang. Selain itu Alloh SWT berfirman: “Sesungguhnya Alloh menyukai orang-orang yang berperang di Jalan-Nya dalam barisan yang teratur….” (QS. 61:4).

“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih (yaitu) kamu beriman kepada Alloh dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Alloh dengan harta dan jiwamu, itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya.”(QS. 61:10-11)

Pendapat Menurut 4 Imam Mahzab

Menurut Imam Hanafi Fiqih Imam Kasani dalam bukunya Bada’Sama, mengartikan jihad seperti: “Berjuang dengan segenap usaha dan kekuatan karena Alloh SWT dengan jiwa, harta, ucapan atau dengan cara lainnya….”

Menurut Imam Maliki Fiqh Imam Ibnu Arafa, dilanjutkan oleh Sheikh Khalil dalam Mukhtasar Al-Khalil, mengatakan bahwa jihad adalah: “….seorang muslim yang berjuang melawan kaum kafir tanpa suatu perjanjian, hanya karena Alloh SWT semata dan untuk meninggikan nama-Nya dengan mengharapkan keridhoanNya.”

Menurut Imam Syafi’i Fiqh Imam Shirazi dalam buku Al-Muhazab Fil Fiqh Imam Shafi’i mengatakan bahwa jihad adalah berjuang melawan kaum kafir hanya karena Alloh dengan jiwa, harta, ucapan, atau mengajak orang lain….”(Kitab Al Minhaj oleh Imam Nawawi)

Menurut Imam Hambali Fiqh Imam Ibnu Qudama Al-Maqdisi mengatakan bahwa jihad adalah menyebarkan perjuangan melawan orang kafir, apakah itu sebagai fardhu Kifayah atau fardhu ‘Ain, melindungi orang mukmin dari kaum kafir, menjaga daerah perbatasan, berjuang di garis terdepan dan di garis perbatasan sebagai penopang.

Arti Jihad secara Umum

Saat ini jihad diartikan sebagai berjuang di jalan Alloh secara berjama’ah. Dahulu para ulama mengartikan jihad baik secara syara’ atau secara umum adalah sama. Tetapi sekarang hal itu berbeda

Jihad Menurut Ushul Fiqh

Menurut Imam Al-Qastalani, Imam Al-Mawardi (Syafi’i), Imam Al-Taftazani (Hanafi), dan Imam Jirjani (Hanafi): “…suatu kondisi melawan kaum kafir untuk mendapatkan kemenangan Islam yang harus dilakukan dengan tujuan untuk meninggikan nama Alloh SWT….”

Karena itu menurut hukum, secara umum dan menurut ilmu ushul fiqh, jihad adalah berjuang di jalan Alloh atau perjuangan dengan segenap usaha melawan kaum kafir untuk meninggikan agama Alloh SWT.

Terdapat beberapa Sahih Muslim bersumber dari Abu Sa’ad Al Kudri bahwa sahabat bertanya kepada Rosulullah saw, “Apakah jihad itu?” dan beliau menjawab, “Berjuang untuk meninggikan Agama Alloh SWT.”

Pengertian jihad begitu luas dan juga bersifat terbatas (Al Jamiyyah Wa al Maniyyah) luas karena dilihat dari pengertian jihad menurut bahasa dan perlengkapannya. Hal ini bersifat terbatas karena perjuangan yang dilakukan hanya untuk melawan kaum kafir semata-mata hanya mengharapkan ridho Alloh SWT.

NB. Menurut para fuqaha, Jim pada kata jihad harus diucapkan dengan suara lambat yang disebut Jim Mushadadah.

Namun terdapat perbedaan pendapat apakah jihad hanya sebuah bentuk penyerangan atau apakah itu mencakup baik jihad sebagai penyerangan maupun jihad sebagai sikap bertahan. Al Izz Ibnu Salaam (Sheikh al Jihad) mengatakan bahwa jihad hanya sebagai bentuk penyerangan bukan sikap bertahan yaitu akan disebut jihad jika kita memulai atau memprakarsai pertemuan atau perkelahian, kewajiban yang lain (misalnya sikap bertahan jihad), dinamakan Al Dafa’ah. Pertahanan pada diri sendiri menjadi naluriah yang ada pada manusia juga terdapat pada binatang, tidak seperti kewajiban khusus dalam serangan jihad.

Dan lagi Ibnu Qayyim meletakkan beberapa kondisi untuk jihad, sebagai berikut:

1. Seorang muslim harus mengawali atau memulai pertempuran

2. Bahwa pertempuran itu harus melawan orang-orang kafir (NB. pertempuran dengan orang-orang murtad) (misalnya orang yang ingkar pada agama atau partai) disebut Qaatal al Riida dan adalah pelaksanaan hukum pidana atau undang-undang Islam dengan cara pertempuran Baghee (misalnya seorang pemberontak) disebut Qaatal al Baghee, dalam hal ini

3. Al Ma’niyyah mempunyai maksud bahwa pertempuran jihad untuk membuat agama Alloh SWT yang dominan (NB. biasanya ini termasuk dalam sikap bertahan sejak satu pertempuran untuk kemenangan atau kesyahidan tidak melihat untuk melaksanakan sistem aturan Islam dalam beberapa keadaan.

Pembagian jihad

Dari beberapa penjelasan di atas, kita dapat membagi jihad dalam dua bagian:

1. Al Jihad al Mubada’ah yaitu melakukan serangan jihad

2. Al Jihad al Dafa’ah yaitu sikap bertahan jihad

Bagaimanapun, secara bahasa kata jihad mengandung arti usaha sungguh-sungguh tanpa mengenal lelah, ini ditemukan tanpa menggunakan Al-Qur’an dengan perbedaan arti jihad dalam mengendalian nafsu misalnya….ketika Alloh (SWT) menjelaskan pertempuran atau peperangan dalam jihad Dia menggunakan kata “Qaatala” dan dalan satu peperangan itu siapa saja yang bertempur dinamakan “Muqaatil” (Dimana “Qatala” adalah pembunuhan dan pembunuh disebut “Qatil”). Alloh tidak pernah menggunakan Qatil atau pembunuhan (murder atau kill) dalam Al-Qur’an konteks Jihad tetapi lebih pada Qitaal (peperangan) semenjak hidup menjaga kesucian dalam Islam.

Imam Syafi’i mengatakan bahwa alasan mengapa kita memerangi orang-orang kafir (dalam melakukan serangan jihad) adalah karena mereka menghalangi agama kita atau memerangi agama kita. Imam Abu Hanafi pada kesempatan lain mengatakan bahwa kita memerangi orang-orang kafir (serangan jihad) karena mereka memerangi kita dan menghalangi agama kita untuk dilaksanakan.

Kamis, 20 Maret 2008

Zionis lebih kejam dari binatang

Zionis berada dibalik pembunuhan orang oran Yahudi tangan Nazi, berdasarkan kesepakatan diam diam antara mereka. Mereka bertujuan memaksa warga yahudi untuk hijrah ke Palestina. Ketika Zionis gagal memberikan argument untuk hijrah ke Palestina, mereka membantai tanpa ragu. Setelah itu melkukan propaganda besar besaran untuk memperdagangkan darah darah mereka.

Nazi menerima bantuan keungan besar dari bank bank Zionis hingga mereka sampai ke tampuk pemerintahan. Tahun 1929 Nazi menerima dana sebesar 10 juta dolar dari bank Zionis di Amsterdam. Disusul 15 juta dolar, dua tahun sesudahnya. Ketika Hitler naik ke tampuk pemerintahan, dua tahun kemudian, Nazi menerima bantuan 126 juta dolar.

Ketika kita menyamakan Zionis dengan Nazi, kita sepakat kezaliman Nazi. Namun kekejian zionis terhadap kemanusiaan tak dapat dibamdingkan dengan terorisme zionis terhadap Palestina. Orang berselisih pendapat tentang pembantaian yahudi ditangan nazi., namun tak ada yang menyangkal kekejian terhadap zionis terhadap rakyat Palestina. Bahkan sebagian luput dari kamera. Seluruh dunia menyaksikan gugurnya seorang bocah Muhammad Durrah yang berusaha berlindung kepada ayahnya dengan melambaikan tangannya meminta pertolongan. Zionis malah membunuhnya.

Zinis menahan mobil amulans menolong ratusan rakyat Palestina yang menggelepar hingga maut menjemput mereka. Zionis menghancurkan bangunan bangunan Jenin. Seorang tentera Zionis pernah bertutur “Saya sangat teriakan anak anak Palestina”. Mereka merintih di bawah reruntuhan bangunan yang menimpa kepala mereka.

Mereka menyesatkan moral remaja dan anak anak dengan praktik praktik yang jauh dari moral masyarakat Muslim. Mereka merekamnya, dan mengancam muntuk disebarkan agar mereka mau bekerjasama dengan yahudi. Sebuah tindakan yang lebih kejam daripada Nazi, bahkan binatang sekalipun.

Sabtu, 08 Desember 2007

38 Tahun Pembakaran al Aqsa


38 Tahun Pembakaran al Aqsha.


Tanggal 21 Agustus adalah salah satu hari yang paling kelabu dan tragis untuk umat Islam sejak 38 tahun silam. Pada tanggal itu di tahun 1969, seorang ekstrimis Zionis bernama Michael Rohan bersama komplotannya membakar bagian dari bangunan masjid al Aqsha. Meskipun pembakaran itu dilakukan oleh sekelompok ekstrimis Yahudi Zionis, tetapi banyak bukti menunjukkan bahwa aksi brutal itu terjadi secara tersistematis di bawah kordinasi para pejabat Rezim Zionis Israel.Masjid al Aqsha menjadi icon anarkisme kaum Zionis sebenarnya bukan hanya karena tragedi pembakaran di tahun 1969 tersebut. Dua tahun sebelumnya, yaitu tahun 1967, kaum Zionis Israel merebut dan menguasai pintu gerbang timur masjid al Aqsha. Penguasaan atas gerbang bernama Bab al-Maghariba oleh kaum Zionis itu tak lain untuk meningkatkan frekuensi gangguan mereka terhadap umat Islam. Di tahun 1967 itu pula, tepatnya tanggal 15 Agustus, seorang ekstrimis Zionis bernama Solomo Gorin menyatroni komplek masjid al Aqsha sambil melontarkan ancaman akan menghancurkan masjid ini untuk kemudian digantikan dengan sinagog, tempat peribadatan umat Yahudi.Tiga tahun kemudian, yaitu tahun 1970, seorang warga Zionis bersenjata lengkap juga menyatroni komplek masjid al Aqsha dan memberondongkan peluru kepada para jemaah shalat. Serangan yang terjadi di bulan Oktober menjatuhkan puluhan korban luka.Tragedi serangan serupa juga terjadi tanggal 11 April 1982. Saat itu seorang tentara Israel bernama Alan Jodman tiba-tiba masuk ke komplek masjid al Aqsha kemudian menebarkan pelurunya secara membabi buta. Puluhan Muslim Palestina gugur dan lebih dari 60 orang lainnya cidera akibat amuk serdadu Zionis tersebut.Sampai sekarang, masjid al Aqsha masih dibayangi ancaman kaum Zionis.

Kamis, 29 November 2007

mujahidin

Mujahidin (Bahasa Arab: مجاهدين, mujāhidīn; berarti "pejuang") adalah istilah bagi Muslim yang turut dalam suatu peperangan atau terlibat dalam suatu pergolakan. Pada akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21, istilah yang berasal dari akar kata yang sama dengan "jihad" ini menjadi nama berbagai pejuang bersenjata yang menganut ideologi militan Islam, walaupun tidak ada makna "suci" atau "jawara" (warrior) yang melekat secara eksplisit dalam kata ini.
Kelompok mujahidin yang paling dikenal adalah kelompok-kelompok perlawanan Afganistan yang terlibat dalam Perang Soviet-Afganistan pada dasawarsa 1980-an yang selanjutnya saling berperang satu sama lain dalam Perang Saudara Afganistan. Kelompok mujahidin lain antara lain bermunculan di Bosnia, Tajikistan, Pakistan, Kashmir, Somalia, Irak, Chechnya, Lebanon, Palestina, Filipina, dan Myanmar.

Selasa, 27 November 2007

Perlawanan dari atas kursi roda


"Apakah kalian menertawakan betis yang kurus kering itu ?Demi yang diriku berada dalam genggaman-Nya,timbangan kedua betisnya itu jauh lebih berat dari pada gunung uhud."
Ucapan rasulullah saw tersebut berkenan dengan sikap dari beberapa orang dari generasi sahabat nabi abdullah bin mas'ud.Padahal sahabat nabi yang masyur yang banyak meriwayatkan hadist ini di kenel sebagai seorang sahabatyang selain sangat taat kepada allahsubhanah wa Ta'ala,juga sangat kaya dengan ilmu.Dalam sejarah tentang keilmuan islam di zamanya kendali secara fisik tidak memiliki kelebihan di banding dengan sahabat lainnya.Bahkan ia dikenal sebagai seorang sahabat nabi yang berbadan kerempeng .Artinya kualitas seseorang tidakbisa hanya diukur dengan tampilan. Kualitas seseorang dapat diukur dengan keimanan dan keilmuan.
Agaknya sebuah pertanyaan di zaman modern sekarang ini dapat pula mencuat ke permukaan sehubungandengan seorang tokoh perlawanan yang telah memusingkan kekuatan ZIONIS"Apakah kalian menertawakan badan yang lumpuh itu ?"
Ia adalah seorang tua bernama Ahmad Yassin.Dilahirkan pada tahun 1938 di desa al-jaurah ,jalur Gaza,setelah kedua orang tuanya mengungsi di jalur Gaza pasca pernag tahun 1948. Sejak usia remja ia dikanal sebagai aktivis yang menejuni berbagai kegiatan kepemudaan Oleh raga adalah salah satu yang menjadi salah satu hobinya.namun takdir menentukan lain.Dalam sebuah kegiatan olah raga ia mengalami kecelakaan yang menyebabkan ia terserang kelum[uhan total.
Tetapi kelumpuhan itu tidak menyebabkan ia surut sebagai aktivis dan keterlibatannya dalam gerakan perlawanan menetang Zionis tas bumi PALESTINA.Akibatnya ia keluar masuk penjara bebrapa kali.Bahkan mungkin sebagian besar hidupnya di atas kursi roda dalam penjara.

Atas segala perlakuan keji kaum yahudi atas dirinya menyebabkan ia tak hanya terserang kelumpuhan melainkan ia juga terserang berbagai penyakit lainnya. Misalnya akibat pemukulan yang bertubi tubi ketika interograsi tentara zionis israel,menyebabkan mata kanannya sama sekali tak nerfungsi. Sedangkan pandangan mata kirinya sangat lemah akibat didera berbagai penyiksaan. Masih ditambah lagi dengan penyakit jantung dan gangguan pencernaan yang diidapnya.

Oleh sebab itu berbagai penyakitnya itu ia sering dipindahkan dari rumah sakityang satu ke rumah sakit yang lainnya. Siksaan yang sangat keras dan terus menerus membuat keadaan fisikmya terus merosot. fFaktor lain yang menyebabkan kesehatannya terus berkurang adalah tidaknya pelayanan kesehatan yang cukup dalam penjara israel.

Kendali keadaan fisiknya seperti itu, ia di kenal sebagai seorang guru yang berhasil dalam mendidik muridnya. Ia pernah bekerja sebagai guru bahasa Arab dan pendidikan Islam. Selain itu ia aktif sebagai khatib dan guru di beberapa masjid di Gaza. Dalam idato dan ceramahnya ia sngat argumentatif. Kekuatan argument dan kelugasannya dalam menguraikan kebenaran menjadikan ia sebagai seorang khatib dan penceramah yang sangat di segani dan sangat di perhitungkan oleh penjajah Zionis yahudi Israel. Ia adalah seorang guru yang telah melahirkan ribuan pejuang revolusioner tanah al-Quds, PALESTINA.

Wibawa dan kekuasan wawasan itu pula yang mengantar ia memobillisasi kekuatan dan membentuk Perkumpulan Islam Gaza dan ia sebagai ketuanya. Akibatnya ia menjadi incaran kaum penjajah. Pada tahun 1983 Ahmad Yassin di tangkap dengan tuduhan menyimpan senjata dan membentuk tanzhim askari (organisasi militer) dan memprovokasi massa untuk mengenyahkan Negara Zionis dari muka bumi. Oleh mahkamah Militer Zionis ia di penjara selama 13 tahun.

Selama dipenjara ia sering mendapatkan siksaan. Salah seorang anak laki lakinya yang masih remaja yang selalu menemani ayahnya di penjara untuk keperluan dorong mendorong kursi roda ayahnya. Di dalam penjara ia tak pernah surut dari perjuangan melawan penjajah Zionis. Pada tahun 1985 Syeikh Ahmad Yassin di bebaskan dalam tukar menukar tawanan erang antara Zionis dengan FRONT RAKYAT untuk Pembebesan PALESTINA setelah ia mendekam di dipenjara selama 11 bulan.

Begitu ia keluar dari penjara naluri jihadnya semakin peka. Semangat jihadnya semakin mengkristal. Cakrawala perjuangannya semakin meluas tanpa batas. Maka pada tahun 1987 di jalur Gaza ia bersama para aktivis Islam lainnya membentuk sebuah gerakan yang terorganisasi secara rapi. Gerakan itu popular dengan nama AL-HARAKAH AL-MUQAWAMAH AL-ISLAMIYAH yan disingkat dengan nama HAMAS.

Ternyata gerakan yang di dalam piagamnya disebut sebagai sayap Militer Ikhwanul Muslimin ini menjadi sebuah gerakan yang sangat menyulitkan Israel, baik dari segi opini maupun dari segi operasi militer. Apatah lagi setelah kemudian gerakan ini mempelopori intifadhah yang sampai sekarang masih memebangkitkan inspirasi Perjuangan rakyat PALESTINA.Diatas kursi roda Syeikh Ahmad Yassin memimpin gerakan perlawanan yangterbukti ampuh.

Kepanikan bercampur frustasi menyebabkan tentara Israel semakin membabi buta. Akhir Agustus 1986 kekuatan tentera penjajah Israel dalam julah yang sangat besar menyerbu dan menggeledah. Tentera Israel kalau orang tua ini tidak mau menhentikan perlawanannya akan diseret dari atas kursi rodanya sampai perbatasan dan dibuang ke Libanon.

Tetapi bagi Syeikh Ahmad Yassin yang memimpin perlawanannya dari atas kursi rodanya ini, ancaman dari kaum Zionis tersebut sama sekali tidak membikin dia bergeming dalam perjuangannya. Justru ancaman tersebut semakin mengkristalkan perjuangannya. Akibatnya pada suatu malam (18/5/1989) Mahkamah Militer Zionis mengeluarkan keputusan untuk memenjarakannya seumur hidup dengan tambahan 15 tahun penjara. Kepitusan itu didsarkan atas tuduhan bahwa ia telah memobillisasi penculikan, pembunuhan tentera israel, dan mendirikan HAMAS dengan sayap militernya.

Kaum Zionis berharap, dengan di penjarakannya seumur hidup perjuangan HAMAS akan mati karena ketiadaan pemimpinnya yang kharismatik ini. Tetapi apa yang di harapkan Zionis justru tidak pernah terjadi. Orang tua yang naluri perjuangannya mengakir sejalan dengan nafasnya ini pada 13 Desember 1992 membentuk kelompok fadayen yang terkenal dengan sebutan BRIGADE IZZUDIN AL-QASAM.

Dalam banyak operasi fadayen Brigade Izzuddin Al-Qasam sering berhasil. Oleh karena itu banyak tentara Israel yang diserang ketakutan yang menyebabkan mereka terkena depresi berat. Tgas utama Brigade ini. Melakukan penculikan terhadap tentara Israel. Beberapa hasil penculikannya oleh Brigade Izzuddin Al-Qasam kemudian dijadikan sebagai alat tawar bagi pembebasan Syeikh Ahmad Yassin dan beberapa tahanan muslimin dipenjara Israel yang umumnya terdiri dari orang orang yang sakit dan usia lanjut. Tetapi pemerintah Zionis menloak tawaran itu dan membalasnya dengan menyerbu beberapa daerah basis operasi mereka di Ghaza yang menyebabkan terjadinya konflik bersenjata.

Tampaknya oenjara bukanlah salah satu tempat tinggal Syeikh, banyak cara yang dapat membebaskannya dari penjara militer Zionis. Pada suatu pagi (1/10/1997)ia dibebaskan sebagai konsekuensi dari kesepakatan antara yordania dan Israel atas ditangkapnya agen agen spionase Israel di yordania. Agen agen itu ditangkap setelah mereka gagal dalam operasi pembunuhan terhadap beberapa tokoh Palestina di yordania.

Kini ia tetap di atas kursi rodanya. Dengan kelemahan fisiknya ia terus memimpin sebuah perlawanan besar, menhadapi serbuan kaum Zionis dan kelicikan Amerika Serikat. Seorang penyair melukiskan kewibawaan dan keteguhan Syeikh Ahmad Yassin dalam ungkapan pendeknya:

Matamu menyala bagai nyala api

Suramu lirih namun menggetarkan hati

Fisikmu yang renta menjadi inspirasi para SYUHADA

Daftar pustaka: Sabilli no.01 th. X 25 juli 2002/14 jumadil awal 1423


Minggu, 04 November 2007

aPa itu bulan RamaDhan......?





Bulan ramadhan artinya mengasah ,dan ada juga yang menyebutkan ramadhan itu artinya berpahala ,dan arti lain dari ramadhan adalah pembakaran.Pembakaran yaitu pembakaran segala dosa-dosa yang ada pada diri kita itu akan terjadi bila kita melaksanakan secara lahir dan batin .





Secara lahir kita menjaga anggota tubuh kita dari perbuatan yang jelek ,yang paling harus di jaga adalah HAULAJUD yaitu perkataan yang kotor , karena perkataan seseorang lebih tajam dari pada pedang .





Secara batin kita menjaga hawa nafsu kita ,karena biasanya kalau dalam keadaan prut kosong , marah seseorang tidak akan terkendali , maka dari itu saat kita berpuasa kita harus bersabar dan memperbanyak tilawah quran .



Sedangkan yang di maksud dengan bulan ramadhan yang artinya mengasah yaitu memperbaiki kesalahan kita atau melakukan sesuatu yang baik menjadi yang lebih baik lagi,seperti halnya kita mengasah pedang yang tumpul kemudian menjadi tajam .



Amalan amalan di bulan Ramadhan , di antaranya membaca



  • al-quran ,

  • dzikir(artinya ingat kepada allah) ,

  • itiqaf(artinya mendekatkan diri kepada allah di dalam masjid) dan

  • sholat tarawih(artinya shalat,santai,maka apabila kita melaksanakan sholat tarawih itu dengan santai,jangan terburu-buru).


Perlu kita ketahui bahwa suatu amalan yang dapat kita kerjakan dengan rasa penuh hati ikhlas ,maka oleh allah amalan yang kita kerjakan dengan ikhlas ,akan dilipat gandakan menjadi 700 kali lipat dalam suatu amalan yang kita kerjakan di bulan puasa ramadhan.Coba bayangkan apabila kita mengerjakan /melakukan amalan yang baik setiap hari dengan setiap mengerjakannya dengan hati ikhlas dan karna allah ,pastinya pahala kita akan bertambah banyak ,tapi jangant amal itu pada bulan ramadhan tapi harus pada bulan , hari lainnya,dan amlan amalan itu jangan cuma dibayangkan saja tapi di kerjakan.






Bulan ramadhan juga di sebut sebagai bulan kemenangan karena di bulan ramadhan terjadi pristiwa yang besar di antaranya;




  • Yaitu kemenengan perang BADAR pada tanggal 17 ramadhan tahun 2 hijriah





  • kemenangan pada perang tabuk pada tahun 8 hijriah .





  • terbukanya kota makkah





  • kemenangan dalam melawan perang salib



  • Dari semua kemenangan itu di karnakan datangnya pertolongan allah kepada umat muslimin.




    Adapun hadist tentang Bulan Ramadhan




    Abu hurairah r.a berkata ,Rosulullah s.a.w bersabda "apabila masuk bulan ramadhan maka terbukalah pintu pintu syurga dan terkuncilah pintu neraka manakala sekalian syaitan di rantai dan di buka pintu rahmat". (Bukhari dan Muslim)

    Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket